Rabu, 28 Oktober 2009


Politik

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  • politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

Ilmu politik

Teori politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.

Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.

Lembaga politik

Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.

Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.

Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.

Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.

Partai dan Golongan

Hubungan Internasional

Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.

Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.

Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.

Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.

Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan mempengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

Masyarakat

adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.

Kekuasaan

Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

Negara

negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933

Tokoh dan pemikir ilmu politik

Tokoh-tokoh politik

Pemikir-pemikir politik

Mancanegara

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

Indonesia

Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.

Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:

  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Kamis, 15 Oktober 2009

Filsafat

Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.

Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.

Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.

Senin, 12 Oktober 2009


Perilaku organisasi

Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi).

Perilaku organisasi juga dikenal sebagai Studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang Sumber daya manusia dan psikologi industri serta perilaku organisasi.

Tinjauan umum

Studi organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan konteks organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi dalam organisasi, banyak faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk memahami dan menyusun model-model dari faktor-faktor ini.

Seperti halnya dengan semua ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha untuk mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja. Karena itu, perilaku organisasi (dan studi yang berdekatan dengannya, yaitu psikologi industri) kadang-kadang dituduh telah menjadi alat ilmiah bagi pihak yang berkuasa. Terlepas dari tuduhan-tuduhan itu, Perilaku Organisasi dapat memainkan peranan penting dalam perkembangan organisasi dan keberhasilan kerja.

Sejarah

Meskipun studi ini menelusuri akarnya kepada Max Weber dan para pakar yang sebelumnya, studi organisasi biasanya dianggap baru dimulai sebagai disiplin akademik bersamaan dengan munculnya manajemen ilmiah pada tahun 1890-an, dengan Taylorisme yang mewakili puncak dari gerakan ini. Para tokoh manajemen ilmiah berpendapat bahwa rasionalisasi terhadap organisasi dengan rangkaian instruksi dan studi tentang gerak-waktu akan menyebabkan peningkatan produktivitas. Studi tentang berbagai sistem kompensasi pun dilakukan.

Setelah Perang Dunia I, fokus dari studi organisasi bergeser kepada analisis tentang bagaimana faktor-faktor manusia dan psikologi mempengaruhi organisasi. Ini adalah transformasi yang didorong oleh penemuan tentang Dampak Hawthorne. Gerakan hubungan antar manusia ini lebih terpusat pada tim, motivasi, dan aktualisasi tujuan-tujuan individu di dalam organisasi.

Para pakar terkemuka pada tahap awal ini mencakup:

Perang Dunia II menghasilkan pergeseran lebih lanjut dari bidang ini, ketika penemuan logistik besar-besaran dan penelitian operasi menyebabkan munculnya minat yang baru terhadap sistem dan pendekatan rasionalistik terhadap studi organisasi.

Pada tahun 1960-an dan 1970-an, bidang ini sangat dipengaruhi oleh [[psikologi sosial[[ dan tekanan dalam studi akademiknya dipusatkan pada penelitian kuantitatif.

Sejak tahun 1980-an, penjelasan-penjelasan budaya tentang organisasi dan perubahan menjadi bagian yang penting dari studi ini. Metode-metode kualitatif dalam studi ini menjadi makin diterima, dengan memanfaatkan pendekatan-pendekatan dari antropologi, psikologi dan sosiologi.

Keadaan bidang studi ini sekarang

Perilaku organisasi saat ini merupakan bidang studi yang berkembang. Jurusan studi organisasi pada umumnya ditempatkan dalam sekolah-sekolah bisnis, meskipun banyak universitas yang juga mempunyai program psikologi industri dan ekonomi industri pula.

Bidang ini sangat berpengaruh dalam dunia bisnis dengan para praktisi seperti Peter Drucker dan Peter Senge yang mengubah penelitian akademik menjadi praktik bisnis. Perilaku organisasi menjadi semakin penting dalam ekonomi global ketika orang dengan berbagai latar belakang dan nilai budaya harus bekerja bersama-sama secara efektif dan efisien. Namun bidang ini juga semakin dikritik sebagai suatu bidang studi karena asumsi-asumsinya yang etnosentris dan pro-kapitalis (lihat Studi Manajemen Kritis)

Terdapat 4 aturan kinerja dalam suatu bisnis:

  1. Produktivitas yang efektif dan efisien, yakni minimal biaya dengan tepat guna atau sasaran.
  2. Absensi, yakni rasio antara jumlah jam kerja dengan jam kerja seharusnya.
  3. Kepuasan kerja
  4. Tingkat perputaran tenaga kerja (Labor turn over), yakni perbandingan antara jumlah karyawan yang masuk dan yang keluar dibagi jumlah tenaga kerja.

Tantangan Bisnis yang akan datang

  1. Masalah: Meningkatnya produktivitas tenaga kerja. Tantangan bisnis ke depan adalah bagaimana menciptakan keunggulan bersaing dan mempertahankan kesinambungan bisnis sehingga tuntutan peningkatan produktivitas kerja menjadi suatu keharusan. Upaya peningkatan produktivitas kerja diantaranya melalui perubahan perilaku.
  2. Peningkatan keahlian tenaga kerja. Keahlian dinyatakan dalam 3 bentuk: keahlian berkonsep, keahlian teknis dan keahlian teknologi.
  3. Menurunnya tingkat kesetiaan karyawan
  4. Respon atas era globalisasi (hilangnya batas waktu dan ruang), yakni globalisasi ekonomi dan globalisasi perusahaan.
  5. Budaya keanekaragaman tenaga kerja.
  6. Munculnya peniru temporer, yakni terdapat pergantian karena adanya persaingan sehingga daur hidup produk semakin singkat. Untuk itu produk yang jenuh membutuhkan inovasi-inovasi, salah satunya dengan cara menaikkan tingkat ketrampilan.
  7. Peningkatan kualitas pelayanan, produk, dan layanan purna jual.
  8. Tuntutan dalam beretika bisnis.
(Taken from wikipedia)

Selayang Pandang Perjalanan Andi Burhanuddin Solong


Saya, Andi Burhanuddin Solong Lahir di Malinau pada tanggal 15 Juni 52tahun yg lalu. sama dengan para Politisi lainnya, saya memulai karir saya melalui organisasi kepemudaan dan Partai Politik. antara lain Ketua Ampi Balikpapan ( 1994-sampai sekarang), Ketua PD AMPG Balikpapan ( 2003-Sampai sekarang), Ketua MPW PP Kalimantan Timur ( 2002-2007) dan Wakil Ketua KNPI Balikpapan ( 2001-2004) dan Hingga kini menjabat sebagai Wakil Ketua Partai Golkar Balikpapan sekaligus Ketua DPRD Balikpapan periode 2004 - 2009, dan masih berlanjut dengan pengukuhan saya sebagai Ketua DPRD Balikpapan untuk periode kedua 2009-2014 atas kepercayaan yang di berikan oleh Masyarakat Balikpapan.

Politik: Dulu dan Sekarang.

SUARA PEMBARUAN DAILY

Otonomi Daerah, Etika, dan Budaya Politik Lokal

Immanuel E Blegur

Belakangan muncul banyak tuntutan dari daerah untuk pemekaran wilayah provinsi, kabupaten/kota. Sejalan dengan semangat otonomi daerah, tuntutan seperti itu jelas mendukung penguatan masyarakat politik basis andai itu betul murni aspirasi rakyat.

Otonomi daerah yang sudah berjalan sejak UU 22/1999 yang direvisi menjadi UU 32/2004, merupakan bagian dari upaya pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, otonomisasi adalah bagian dari agenda neonasionalisme yang disebut nation and state building.

Untuk memperjelas itu, ada beberapa sumbangan yang diberikan oleh Kebijakan Otonomi Daerah dalam konteks pembangunan. Pertama, penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah domain eksekutif, para penyelenggaranya terkategori pula dalam lingkup aktor eksekutif.

Dalam Undang-Undang 32/ 2004 dengan tegas dibedakan fungsi dan aktor eksekutif dan mana legislatif. Bahkan dalam kaitan dengan pengesahan perda terdapat ketentuan bahwa pimpinan DPR tidak diperkenankan menandatangani perda, karena penandatanganan perda adalah domain eksekutif dan DPRD tidak termasuk dalam penyelenggara pemerintahan daerah.

Kedua, UU Otda telah membedakan secara jelas fungsi legislatif dan eksekutif sehingga tidak tumpang-tindih (overlapping). UU itu dengan tegas menyebutkan bahwa penyelenggara pemerintah pusat adalah presiden yang dibantu para menteri, dan DPR RI tidak termasuk dalam penyelenggara pemerintahan. Ketentuan itu membedakan dengan tegas domain dan aktor eksekutif dengan domain dan aktor legislatif.

Ketiga, pembangunan nilai-nilai lokal. UU Otda menekankan demokratisasi yang menghargai nilai dan kearifan lokal. Lebih dari itu, demokrasi yang sesungguhnya adalah demokrasi yang dibangun atas dasar pluralisme nilai dan budaya lokal yang ada dalam suatu masyarakat bangsa. Dalam konteks ini, tema tentang pemberlakuan nilai-nilai lokal dalam menjalankan otonomi daerah, menjadi sangat relevan.

Otonomi Daerah yang telah dijalankan sejak 2001 sebagai salah satu agenda Reformasi tahun 1998, justru dimaksudkan untuk mengembangkan nilai-nilai lokal yang selama ini diredam oleh nilai hegemonik yang dipaksakan secara nasional dari Pusat sampai ke sudut-sudut kampung di seluruh Tanah Air. Akibatnya, etika dan budaya politik lokal yang beragam di negeri ini tidak diberdayakan dan bahkan perlahan-lahan menjadi luntur.

Membangun demokrasi ke depan, dalam rangka membangun masa depan politik lokal yang lebih baik, tidak bisa dilakukan tanpa menghargai dan mengembangkan nilai-nilai etika dan budaya politik daerah. Karena bagaimanapun, etika dan budaya politik nasional dibangun dari norma-norma bu-daya politik daerah yang ma- jemuk itu.

Penulis mendefenisikan nilai-nilai lokal sebagai seperangkat nilai atau ajaran moral-politik yang dimiliki dan berkembang di suatu daerah tertentu dan menjadi jati diri atau karakter dalam interaksi politik demi mewujudkan kekuasaan politik yang beradab. Nilai-nilai lokal berbeda-beda di masing-masing daerah.

Penyelenggaraan politik dan pemerintahan lokal yang sudah mengalami otonomisasi seharusnya didasarkan pada etika politik lokal tersebut. Karena hanya dengan demikian, proses politik menjadi dekat dengan masyarakat dan masyarakat secara emosional merasa menjadi bagian dari sistem politik yang ada sehingga loyalitas atau kepatuhan masyarakat terhadap pemerintah menjadi tinggi.

Nilai-nilai Budaya

Keempat, peran yang kuat dan final dalam pembuatan peraturan daerah. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dengan tegas menetapkan dalam Pasal (70) bahwa peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah lain, dan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Apabila kita mencermati ketentuan di atas, jelas bahwa dalam perspektif UU No 22 Tahun 1999, selain wewenang pembuatan perda diserahkan secara final kepada aktor politik lokal, undang-undang ini juga memberikan kepercayaan penuh kepada aktor politik lokal, khususnya pemerintah daerah dan DPRD, untuk menyaring semua ketentuan dalam perda yang sedang disusun agar tidak bertentangan dengan perda lainnya, kepentingan umum, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Hal itu sejalan dengan pandangan kaum lokalis yang dimotori Jones dan Stewart. Keduanya beranggapan, hanya orang lokal yang dapat memahami kondisi dan nilai-nilai lokal, karena itu merekalah yang lebih berkompeten untuk membuat kebijakan publik dan keputusan politik lainnya. Mereka juga sangat antisentralisasi, sehingga menghendaki pengurangan, bahkan bila perlu penghapusan, peran pemerintah pusat.

Kelima, terkait dengan etika politik di Indonesia karena etika daerah ini beragam, yang dilandasi oleh konteks sosial masyarakat kita yang juga majemuk.

Namun demikian, dipercayai bahwa ada nilai yang umum yang bisa diterima sebagai nilai bersama masyarakat Indonesia, seperti kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat, yang sejatinya mengandung muatan etika politik daerah.

Dari sisi itu dapat dikatakan, etika politik daerah dapat terpancar dalam nilai-nilai budaya lokal maupun nasional. Demokrasi Pancasila yang dikembangkan oleh Orde Baru dibangun atas dasar nilai-nilai budaya itu.

Penulis berpendapat, budaya politik daerah sebetulnya lebih dalam dan kompleks daripada sekadar nilai kekeluargaan, musyawarah dan mufakat yang sudah lazim kita kenal. Dalam praktik, masyarakat budaya di Indonesia memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, sehingga dalam menjalankan politik di daerah sebetulnya juga tidak bisa seragam.

Karena itu, apabila semua bentuk politik lokal diterapkan secara uniformitas, akan menghilangkan "wajah budaya" dalam praktik berotonomi dan berdemokrasi.

Otonomi daerah adalah peluang bagi daerah untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan modal dan kemampuan daerah. Dalam hal ini, budaya politik daerah merupakan salah satu modal daerah yang perlu dikembangkan.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi setiap pemerintah daerah untuk tidak mengembangkan kultur politik yang selaras dan sesuai dengan nilai budaya politik masyarakatnya.

Budaya Politik Daerah

Berpegang pada etika dan budaya politik lokal, setidaknya dua persoalan di Indonesia akan bisa diatasi, yakni menyangkut konflik horizontal dan perumusan kebijakan politik. Pertama, konflik horizontal. Konflik yang terjadi di masyarakat seringkali bersifat lokal, artinya penyebab, pelaku, dan medan konflik bersifat lokal.

Karena konflik bersifat lokal, maka otomatis solusinya pun harus bersifat lokal. Dalam hal ini, peran budaya, adat, dan kebiasaan masyarakat daerah sangatlah penting. Pela Gandong di Maluku misalnya merupakan bagian dari kekayaan budaya yang perlu dikembangkan sebagai modal bangsa dalam rangka resolusi konflik.

Ketika terjadi konflik antara masyarakat dan aparatur politik/negara, solusi yang paling efektif adalah memanfaatkan secara optimal pendekatan etika dan budaya politik setempat, bukan justru jalur hukum modern yang belum mengakar dalam memori kolektif masyarakat daerah.

Setiap kelompok masyarakat atau daerah niscaya mempunyai mekanisme resolusi konflik yang khas karena tidak ada kelompok masyarakat atau daerah yang tidak menghendaki perdamaian.

Dalam konteks ini, budaya politik daerah mesti dikembangkan dalam rangka pemberdayaan politik dan demokrasi di tingkat daerah, dan tidak sekadar media yang efektif bagi resolusi konflik.

Kedua, perumusan kebijakan politik. Dalam hal perumusan kebijakan politik, budaya politik daerah memiliki peran krusial. Metode pendekatan politik modern yang diterima dari negara maju sering kali tidak hanya sulit berhasil juga menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat.

Pemerintah semestinya memahami kebiasaan, adat, budaya masyarakat setempat, termasuk di dalamnya bagaimana membuat kompromi atau musyawarah yang baik dalam rangka menghasilkan suatu kebijakan.

Ini yang dalam bahasa modern disebut community-based policy. Yang terjadi sering kali pemerintah tidak menghargai aspirasi masyarakat lalu tidak menggunakan metode budaya dalam memecahkan masalah sehingga yang terjadi adalah kekerasan demi kekerasan.

Pemerintah dengan gampang menghadirkan tentara dan polisi bersenjata sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat lokal yang sebetulnya hanya ingin pendekatan yang bersifat budaya. Jelaslah bahwa peran budaya politik daerah sangat penting dalam rangka membangun demokrasi di Indonesia.

Penulis adalah mahasiswa Program S3 Ilmu Politik FISIP UI, mantan anggota DPR/MPR RI (1999-2004)


Last modified: 27/2/07